JAKARTA, KOMPAS.com — Para dokter yang tergabung dalam
Ikatan Dokter Indonesia, Perhimpunan Dokter Umum Indonesia, dan Perhimpunan
Dokter Keluarga Indonesia mengeluhkan tarif dokter. Mereka meminta agar tarif
dokter disesuaikan dalam implementasi Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS).
Keluhan itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan
Komisi IX DPR, Senin (18/6/2012). Hadir dalam RDPU itu di antaranya dr Prijo
Sidipratomo (Ketua Umum PB IDI 2009-2012 ), dr Abraham Andi Padlan Patarai
(Presidium Nasional Pengurus Pusat), dan dr danasari (PDKI).
"Ada berbagai kegelisahan yang timbul, baik dari Komisi IX maupun
ketiga narasumber kami yang saya rasakan pada saat memimpin RDPU. Termasuk
tentang hal yang sangat mendasar seperti tarif dokter sebagai bagian integral
yang tidak bisa dipisahkan dari penetapan besaran premi BPJS nanti," kata
Wakil Ketua Komisi IX DPR Nova Riyanti Yusuf alias Noriyu di Gedung Kompleks
Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (19/6/2012).
Noriyu menambahkan, Danasari bahkan sempat berseloroh dengan membandingkan
tarif dokter dengan tarif tukang cukur rambut. Tarif dokter saat ini Rp 2.000.
Adapun tukang cukur sebesar Rp 7.000. Noriyu menjelaskan, tarif dokter itu
dikalikan dengan populasi yang ditanggung. Jika populasi 10.000 orang, dokter
itu mendapatkan Rp 20 juta sebulan, berapa pun yang sakit.
Dalam RDPU, kata Noriyu, pihak IDI menekankan bahwa dokter bukan
materialistis, melainkan menuntut adanya rasionalitas. Untuk itu, lanjut dia,
perlu kajian yang mendalam dengan melibatkan IDI beserta berbagai asosiasi
dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pelaksana UU BPJS terkait penentuan tarif
dokter.
Noriyu melanjutkan, dokter memang mempunyai fungsi sosial dan terikat dengan
sumpah dokter. Namun, kata dia, dokter juga tetap mempunyai fungsi ekonomi demi
kelangsungan hidup diri dan keluarganya. Apalagi, tambah dia, mereka harus
membiayai sendiri pendidikan dokter yang mahal.
"Saya berempati dengan berbagai masukan mereka dan tentu juga tidak
ingin dokter-dokter sampai kurang gizi, padahal bekerja penuh risiko dengan
potensi tuntutan hukum mencapai angka miliaran rupiah jika melakukan
malpraktik. Mereka juga harus mampu melayani 238 juta penduduk Indonesia,"
kata dokter ahli jiwa itu.
"Harus ada keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, dan dokter juga
bagian dari masyarakat Indonesia yang tidak boleh dieksklusi dari kemegahan UU
BPJS. Ada 85.000 dokter umum di bawah naungan PDUI dan belum terlambat untuk
memformulasikan kesejahteraan yang rasional dan berkeadilan," pungkas
Noriyu.
I think I agree with Noriyu, if in saying there must be justice for all people of Indonesia,but but There are things that need to be underlined when doctor serve patients with capitation system with a tariff of Rp. 2000/pasien. Need to look at that in this case the insurance company PT. Health insurance, them suggested to doctors to serve their patients plus medicament.This clearly reneged on provisions of the Act 36 of 2009 about health. Where the doctor acted outside the authority should, have the authority to prescribe. PHARMACIST SHG on patients will be guaranteed the truth of the medicament .
BalasHapus